Tuesday, September 8, 2009

Pertambangan : Episode Terakhir Drama Divestasi Newmont

REPUBLIKA, Rabu, 09 September 2009 pukul 01:53:00 Divestasi Newmont

Proses divestasi tambang tembaga dan emas PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) milik Newmont Mining Corp dari Amerika Serikat (AS) telah memasuki babak akhir. Meski belum jelas siapa yang ditunjuk untuk mengambil jatah divestasi saham 2008-2009 sebesar 14 persen, pemerintah pusat memutuskan untuk mengambil jatah tersebut. Ini merupakan sejarah karena pertama kalinya pemerintah pusat mengambil jatah divestasi dari perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia.

Kepastian dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tentang pembelian divestasi tersebut langsung ditindaklanjuti Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Setiawan, dengan me-nyurati pihak Newmont pada 13 Agustus 2009.

Isi suratnya, Pemeintah Re publik Indonesia (RI) dalam hal ini diwakili Menkeu dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) akan membeli saham divestasi PT NNT untuk jatah tahun 2008 dan 2009 sebesar 14 persen. ”Saham divestasi PT NNT harus free and clear, baik dari gadai maupun tuntutan hukum pihak manapun,” kata Bambang dalam surat itu.

Dalam hitungan jam surat itu kembali mendapat tindak lanjut dari Menkeu Sri Mulyani, yakni berupa bantahan mengenai isi redaksi surat. Menkeu menegaskan bahwa Pemerintah RI yang akan membeli saham divestasi PT NNT tahun 2008 dan 2009 sebesar 14 persen, bukan pemerintah yang diwakili bersama Menkeu dan Gubernur NTB. Dalam suratnya tanggal 13 Agustus 2009, Menkeu meminta Menteri ESDM meralat butir surat di atas karena dalam hal ini Pemerintah RI hanya diwakili Menkeu.

Sehari kemudian surat itu mendapat balasan dari Departemen ESDM dan langsung Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM, yang menandatanganinya. Dalam surat tertanggal 14 Agustus itu, Purnomo mengklarifikasi bahwa terkait pembelian saham divestasi NNT, adalah berdasarkan hasil rapat pada Rabu (2/8) 2009 di Sekretariat Negara yang dipimpin oleh Menteri Sekretaris Negara dan dihadiri Sekretaris Kabinet, Menteri ESDM, Menkeu, dan Menteri Negara BUMN. Dalam rapat disebutkan bahwa divestasi 14 persen saham PT NNT diberikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta Menteri Keuangan diminta membicarakan dengan Gubernur NTB.

Kedua, dalam pelaksanaan yang lazim bahwa Pemerintah RI yang tertulis dalam surat Menkeu tanggal 11 Agustus 2009 mengandung pengertian termasuk di dalamnya pemerintah daerah (pemda), tidak spesifik tertulis pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 Kontrak Karya PT NNT bahwa pemerintah termasuk juga di dalamnya pemda.

Ketiga, sesuai butir 8 surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang ditujukan kepada Presiden RI tanggal 11 Agustus 2009, menyarankan opsi pembelian divestasi saham PT NNT melalui non-APBN, di mana Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Konsorsium BUMN bekerja sama dengan pemda dan Badan usaha Milik Daerah (BUMD).

Ironisnya, saling berbalas surat tersebut justru semakin membuat skema pembelian divestasi tersebut tidak jelas. Apakah BUMN, dalam hal ini yang ditunjuk pemerintah pusat ataukah pemda. Padahal perjuangan mendapatkan jatah ini cukup berliku. Yakni melalui perjuangan hukum mendaftarkan tuntutan divestasi ke arbitrase internasional.

Putusan arbitrase internasional tanggal 31 Maret 2009 salah satunya memerintahkan kepada PT NNT melakukan divestasi 17 persen saham, yang terdiri dari divestasi 2006 sebesar tiga persen dan 2007 sebesar tujuh persen kepada pemda, dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumbawa, dan Pemkab Sumbawa Barat. Sementara untuk tahun 2008 sebesar tujuh persen kepada Pemerintah RI. Sejak keputusan ini keluar pemerintah pusat hanya punya waktu 180 hari untuk menyelesaikan divestasi ini.

Turunnya keputusan ini membuat pemerintah pusat dan Newmont harus melakukan negosiasi. Usai negosiasi yang berlangsung alot, pada 14 Juli 2009 pemerintah dan Newmont menyepakati penetapan harga 100 persen saham divestasi PT NNT sebesar 3,52 miliar dolar AS. Sedangkan 14 persen saham yang terdiri atas tujuh persen divestasi 2008 dan tujuh persen jatah 2009 akhirnya sepakat dihargai 493,6 juta dolar AS atau sekira Rp 5 Triliun . Khusus untuk jatah divestasi 2009, pemerintah harus melakukan konfirmasi paling lambat 30 hari terhitung sejak 14 Juli 2009 untuk membeli atau tidak.

Seolah tidak mau kecolongan, Pemprov NTB dengan sigap mengambil 10 persen divestasi PT NNT periode 2006 dan 2007. Harga tiga persen saham divestasi 2006 disepakati 109 juta dolar AS atau nilai aset NNT dihitung 3,63 miliar dolar AS. Sedangkan, harga tujuh persen saham divestasi 2007 adalah 282 juta dolar AS atau dengan nilai aset total NNT 4,03 miliar dolar AS.

Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat, dan Pemkab Sumbawa kemudian menggandeng PT Multicapital, anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk yang notabene milik Grup Bakrie sebagai mitra penyokong dana. Ketiga Pemda dan Multicapital sepakat membentuk PT Daerah Maju Bersaing (DMB) untuk membeli 10 persen divestasi NNT tersebut. Komposisi saham perusahaan patungan ini adalah 25 persen Pemda dan 75 persen Multicapital.

Alasan pemda memilih Multicapital, karena anak perusahaan milik kelompok Bakrie ini memberikan penawaran terbaik diantara sejumlah perusahaan swasta nasional lainnya yang mengikuti beauty contest. Seluruh dana pembelian saham ini dari Multicapital dan pemda dapat menempatkan direksi. Nafsu ketiga pemda tidak hanya sampai di situ. Setelah mengantongi jatah 2006 dan 2007, pemda NTB tetap ngotot untuk bisa merengkuh jatah divestasi 2008 dan 2009 tersebut.

Bahkan mereka ngotot untuk bisa mendapatkan jatah yang 2010 sehingga pemda bisa menguasai 31 persen total saham divestasi untuk pemerintah. ”Yang 14 persen keputusannya masih menunggu menkeu akan membeli tapi koordinasi dengan pemda, Kami pokoknya mengharapkan masuk ke pemda,” kata Heryadi Rahmat, Komisaris DMB yang juga menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTB kepada Republika belum lama ini.

”Kita telah berupaya menyurati presiden dan DPR. Kita dapat dukungan dari Komisi VII DPR secara tertulis, dukungan penuh tanda tangan,” kata Heryadi. Gubernur serta bupati setempat telah mengirimkan surat kepada presiden untuk memohon agar bisa mendapat saham sisa 21 persen, termasuk jatah divestasi 2010.

Banyak kepentingan

Pengamat pertambangan, Pri Agung Rakhmanto, menilai terkatung-katungnya proses divestasi ini karena terlalu banyak kepentingan yang bermain. ”Pemerintah tidak tegas,” kata Pri. Dalam kontrak karya, lanjut Pri, prioritas harusnya pemerintah pusat. ”Kalau tegas sebetulnya tinggal ambil, karena kalau pemda ini relatif tidak dapat dukungan untuk itu dan ujungujungnya dipastikan (yang dapat) swasta,” kata Pri.

Jika pemerintah pusat akhirnya mengalah kepada pemda, maka hilang kesempatan pusat untuk berdaulat di Newmont. Padahal pemerintah bisa mendapat manfaat langsung berupa penguasaan aset. Pri menduga bertele-telenya keputusan pemerintah atas divestasi 2008 dan 2009 ini sebetulnya bukan karena tidak ada uang. Mengingat financing BUMN masih mampu melalui mekanisme Pusat Investasi Pemerintah (PPI), lembaga yang dibentuk pemerintah untuk mengatasi krisis keuangan.

Menurut Pri, justru akan lebih tepat jika jatuh ke BUMN seperti Antam yang dinilainya paling berpotensi dari segi pengalaman, kemampuan finansial, dan akan sesuai dengan tujuan divestasi yaitu BUMN bisa lebih berperan. ”Untuk kondisi saat ini lebih pas jika pusat yang mengambil sehingga sesuai dengan tujuan divestasi. Tapi memang terlalu banyak kepentingan yang harus diakomodir,” duga Pri.

Pri menilai jika pemda yang mengambil, belum tentu ideal. Apalagi saat ini ketiga pemda telah bersinergi dengan swasta, dalam hal ini PT Multicapital, yang tentunya merasa ketiban pulung jika akhirnya pemda berhasil menguasai total 31 persen divestasi. Inilah yang dikhawatirkan Pri. Jika jatuh ke swasta, tidak tercapai tujuan divestasi. Kalaupun akhirnya dipegang oleh pemda, Pri ragu apakah masyarakat setempat akan langsung merasakan manfaatnya.



Kronologi Kasus Newmont

2 Desember 1986

Kontrak Karya NNT

dengan kewajiban divestasi

31 persen saham dengan

rincian

2006 tiga persen

2007 tujuh persen

2008 tujuh persen

2009 tujuh persen

2010 tujuh persen

Sumber: Daata Republika

September 2006

Pemerintah RI batal beli

tiga persen saham divestasi

NNT 2006 senilai 109 juta

dolar AS. Pemerintah mempersilakan

Pemda NTB membelinya.

Pemda di NTB berniat

menggandeng swasta karena

tak ada dana.

April 2007

Newmont menawarkan

tujuh persen saham

divestasi 2007

senilai 325 juta dolar AS

ke pemerintah RI



30 Agustus 2007

MoU antara Pemprov NTB,

Pemkab Sumbawa, dan

Pemkab Sumbawa Barat

dengan PT Bumi Resources

Tbk kerja sama pembelian

31 persen saham NNT.

Bumi akan mendanai pembelian

saham NNT.

30 November 2007

NIL dan NTMC

menawarkan tujuh

persen saham divestasi

2007 NNT ke Pemda

NTB, Sumbawa, dan

Sumbawa Barat

2 April 2008

Newmont tawarkan divestasi

2008 sebesar tujuh

persen saham senilai 426

juta dolar AS

1997

Newmont mengadaikan 100 persen

saham NNT untuk melanjutkan proyek

Batu Hijau

Izin BKPM 25 Juli (Andung Nitimiharja)

Izin Bank Indonesia 29 Juli

Izin Menteri Pertambangan RI 30 Okt (IB Sujana)

Pinjaman yang didapatkan Newmont

The Exim Bank of Tokyo 500 juta dolar AS

KFW Jerman 75 juta dolar AS

konsorsium Chase Securities Inc dan

Chanse Manhattan Asia Ltd 425 juta dolar AS

29 Januari 2007

MoU Pemprov NTB, Pemkab

Sumbawa, dan Pemkab Sumbawa

Barat mengenai pembelian saham

divestasi NNT dengan membentuk

perusahaan patungan.

Pemprov NTB sudah membentuk PT

Gerbang Emas bersama PT Bumi

Resources Tbk (Grup Bakrie) untuk

membeli saham divestasi NNT.

16 Agustus 2007

Newmont menawarkan divesta

gabungan 2006 dan 2007

kepada Pemda NTB lewat pinjaman

dengan syarat tidak menggandeng

swasta. Nilai divestasi

2006 109 juta dolar AS dan

2007 282 juta dolar AS

5 Septemer 2007

Pemda NTB tolak proposal

Newmont atas pinjaman divestasi

NNT 2006 dan 2007 yang

digabung.

Pemda minta penawaran divestasi

2006 dan 2007 dipisah.

3 Maret 2008

Newmont belum merampungkan

divestasi 2006 dan

2007, salah satunya terkait

saham masih digadaikan.

Pemerintah RI gugat

Newmont ke arbitrase internasional

31 Maret 2009

Arbitrase internasional di bawah

United Nation Commission on

International Trade Law (UNCITRAL)

yang bersidang di Jakarta memutuskan

Newmont lalai dalam divestasi

NNT 2006 dan 2007 sebesar

10 persen saham.

gadai saham 300 juta dolar AS.

Sumber: Daata Republika

[Via http://jakarta45.wordpress.com]

No comments:

Post a Comment